Betapa senangnya hati Jalaluddin saat menerima kabar itu. Sejak itu, dia tampak berubah. Dia mau memberikan pelajaran kembali pada muridnya. Dan pada guru yang senantiasa dirindukannya itu, Rumi menulis sepucuk surat yang isinya mirip sajak percintaan.
“O cahaya yang semburat dalam hati, kemarilah. Wahai pendahulu yang aku lebih dahulu darimu, yang memiliki cinta sejati, kemarilah. Wahai kesenangan dan kebahagiaan manakala datang. Dan, wahai kesusahan dan kesedihan apabila hilang. Engkau bagai mentari nan dekat namun jauh. Wahai orang yang dekat namun jauh, kemarilah.”
Suasana di sekitar Jalaluddin pun mulai tampak luluh. Orang-orang sudah mulai tenang kembali. Dan Jalaluddin tahu, bahwa mereka tidak akan memusuhi dan menyakiti Syamsuddin lagi. Mereka kelihatan seperti menyesal.
Untuk itu Jalaluddin kemudian mengutus Sultan Walad, putranya, untuk menemui Syamsuddin sambil membawa berbagai barang yang menyenangkan. Harapannya, Syamsuddin sudi kembali ke Kauniyah.
Jalaluddin juga berpesan pada putranya, agar memohonkan maaf atas perlakuan orang-orang Kauniyah yang telah tega menyakiti hati sang guru. Dan untuk menyenangkan hati Jalaluddin, Syamsuddin kembali ke Kauniyah. Alangkah gembira hati Jalaluddin menyambut kembalinya sang guru.
Sikap hormat dan rasa cinta Jalaluddin kepada gurunya yang satu ini memang luar biasa. Rasanya Jalaluddin ingin selalu bersamanya. Tak hendak berpisah barang sehari pun. Namun keinginan Jalaluddin tinggal sebagai keinginan. Takdir Allah menghendaki lain. (bersambung)