MATARAMPOST.COM- SUDAH lebih setahun pandemi Covid-19 melanda negara ini. Tentunya adanya pandemi Covid-19 ini telah mengganggu tatanan perekonomian yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang terpaksa kehilangan pekerjaan atau setidaknya mengalami pengurangan jam kerja yang berdampak pada penurunan pendapatan.
Badan Pusat Statistik Provinsi NTB mencatat pertumbuhan ekonomi di triwulan III-IV tahun 2020 dan triwulan I tahun 2021 mengalami kontraksi sebesar 1,13 persen secara y-on-y dan 3,30 persen secara q-to-q. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2021 mencatat sebanyak 297,85 ribu orang penduduk usia kerja di NTB terdampak Covid-19, baik menjadi pengangguran, menjadi bukan angkatan kerja, sementara tidak bekerja atau mengalami pengurangan jam kerja. Ini menunjukkan bahwa perekonomian NTB belum benar-benar pulih.
Di sisi lain, dampak pandemi Covid-19 juga dirasakan oleh tenaga kerja terdidik. Badan Pusat Statistik mencatat penurunan persentase pekerja berpendidikan SMA ke atas di NTB selama pandemi. Dalam rentang satu tahun yaitu Februari 2020 – Februari 2021, persentase pekerja berpendidikan SMA mengalami penurunan dari 20,94 persen menjadi 19,73 persen, pekerja berpendidikan Diploma menurun dari 2,24 persen menjadi 1,89 persen dan pekerja yang berpendidikan S1 ke atas mengalami penurunan yang lebih signifikan, yaitu dari 15 persen menjadi 11,45 persen.
Kondisi ini tentunya tidak mengherankan mengingat sejumlah pekerjaan di sektor formal yang notabene menjadi mata pencaharian pekerja terdidik mengalami penurunan omzet selama pandemi Covid-19. Sejumlah pekerja di sektor formal dirumahkan, bahkan sebagian terkena PHK. Di sisi lain, lapangan pekerjaan sektor formal juga membatasi jumlah penerimaan karyawan baru.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Februari 2020-Februari 2021, Badan Pusat Statistik mencatat tingkat pengangguran penduduk yang berpendidikan SMA dan S1 ke atas mengalami peningkatan yang cukup signifikan. TPT penduduk berpendidikan SMA meningkat dari 4,96 persen menjadi 6,95 persen, sedangkan TPT penduduk berpendidikan S1 ke atas mengalami peningkatan dari 3,96 menjadi 7,07 persen.
Secara umum, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya persentase pengangguran terdidik. Pertama, faktor individu dimana umumnya mereka yang menjadi penganggur terdidik memiliki latar belakang keluarga yang cukup mapan sehingga mereka cenderung selektif terhadap pekerjaan dan rela menunggu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
Kedua, jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah tenaga kerja terdidik. Jumlah tenaga kerja terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Antara Februari 2020 – Februari 2021, jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) mengalami penambahan sekitar 63,6 ribu orang. Jika tidak diimbangi dengan penciptaan lapangan pekerjaan, maka dapat memunculkan permasalahan pengangguran.
Ketiga, lapangan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan pendidikan yang ditamatkan jumlahnya relatif terbatas. Permasalahan yang ditemukan di pasar kerja adalah tenaga kerja terdidik yang melimpah tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan latar belakang jurusan pendidikan yang ditamatkan. Oleh karena itu tidak heran jika banyak dijumpai pekerja yang memiliki bidang kerja yang tidak sejalan dengan jurusan pendidikan yang ditamatkan.
Ketidaksesuaian antara jurusan pendidikan dengan bidang kerja merupakan persoalan tersendiri yang juga perlu diatasi. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan lapangan pekerjaan yang tersedia, tetapi bisa juga disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan dunia usaha akan kualifikasi pekerja dengan jurusan pendidikan tertentu.
Pemandangan yang sering terlihat ketika dibuka beberapa lowongan pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi pelamar dengan jurusan pendidikan tertentu, ada perbedaan yang cukup mencolok dari sisi jumlah pelamar. Ada beberapa lowongan pekerjaan yang mungkin pelamarnya relatif sedikit dikarenakan terbatasnya lulusan di jurusan pendidikan tersebut.
Persoalan lain yang juga muncul adalah kesenjangan antara jumlah pelamar dan jumlah pekerja yang akan diterima sehingga akan banyak calon pekerja yang tidak diterima bekerja. Walaupun tidak sedikit di antara yang mereka yang tidak diterima bekerja sebenarnya telah memliki pekerjaan akan tetapi mereka melamar pekerjaan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Kemudian untuk mereka yang belum memiliki pekerjaan, akan kemanakah mereka setelah tidak diterima bekerja?